Kasus Misterius William Harrison (Part 1)
“Aku tidak membunuhnya! Demi Tuhan aku tidak membunuhnya!,” teriak Richard Perry tak berdaya di depan tiang gantungan.
“Pengakuan itu palsu!”
John, sang kakak yang berada di sampingnya yang
juga sama-sama menunggu detik-detik eksekusi tampak lebih tegar. Tapi itu
bukanlah keberanian. Dia tahu tak ada lagi yang dapat dilakukannya. Keputusan
untuk mengaku itu benar-benar bodoh. Saat kepalanya mendongak ke atas tempat
eksekusi, secepat kilat ketakutan merobohkan ketegarannya. Seorang wanita
dengan tubuh yang telah kaku dan kaki terjuntai di atas tanah baru saja dieksekusi.
Wanita itu adalah ibunya.
Orang-orang yang berkumpul di Broadway Hill
hari itu berdesak-desakan demi menyaksikan takdir apa yang akan ditemui
keluarga Perry. Beberapa dari mereka terlihat marah, tetapi ada sebagian yang
merasa iba dan ngeri. Sisanya berdiri dengan ekspresi datar seolah eksekusi
semacam itu hanyalah tontonan di sela makan siang.
“Untung saja wanita penyihir itu sudah lebih
dulu digantung,” bisik seorang wanita dengan nada sinis.
“Memangnya dia sungguh penyihir?,” tanya seorang yang berdiri di sebelahnya. “Aku tidak percaya..”
“Semoga Tuhan mengampuninya. Hukuman seperti
ini setidaknya lebih baik dibandingkan hukuman yang diterima Jendral Harrison,” ujar
seorang pria yang berdiri tak jauh dari kedua wanita tadi.
“Maksudmu Jendral Thomas Harrison? Aku bahkan
tak sanggup membayangkannya,” sergah seorang lainnya bergidik ngeri.
Seorang pria dengan tatapan penuh kemarahan
berdiri di barisan paling depan. Tampaknya dia begitu menginginkan kematian
John dan Richard Perry. Amarah dan kebencian tertangkap jelas dari sorot
matanya yang tajam.
“Tenang saja Ed, mereka tidak akan bisa lolos
dari hukuman. Apa yang mereka lakukan pada ayahmu akan segera terbayar.”
Pria bernama Edward itu tak membalas ucapan
orang yang ada di belakangnya. Ayahnya sudah tewas dibunuh. Apalagi yang
diharapkannya selain kematian para pelaku. Dia menatap tajam ke tiang gantungan
sementara kedua pria di atas sana, John dan Richard akan segera menjalani
eksekusi menyusul ibu mereka.
Kain hitam penutup kepala dipasang. John
melihat untuk terakhir kalinya wajah ketakutan sang adik di depan tiang
gantungan. Algojo terdengar memberikan aba-aba. Para hadirin menahan nafas. Sunyi mencengkram tempat itu seketika. Lalu terdengar suara tuas
ditarik.
Hari itu tahun 1661.
***
Pertengahan Agustus 1660.
“Segeralah pulang begitu urusanmu selesai,”
ujar Nancy sembari menyiapkan keperluan suaminya. “Kembalilah sebelum makan
malam,” lanjutnya khawatir.
“Ya ampun kau ini. Tempat itu jaraknya hanya 2
mil dari sini. Lagi pula aku kan sudah biasa pergi ke Charingworth untuk
menagih sewa,” jawab William.
“Aku hanya tak mau kau jadi lupa waktu
mengobrol dengan beberapa penyewa di sana” timpal Nancy sambil mengintip keluar
jendela menatap sinar matahari di pagi hari yang cerah itu.
Juliana Lady Viscountess Campden, majikan
Harrison, beberapa hari yang lalu telah memintanya mengumpulkan uang sewa dari
beberapa penyewa di Charingworth. Wanita itu adalah putri Sir Baptist Hicks.
Sir Baptist Hicks adalah bangsawan dan mantan
Walikota London. Kekayaannya sungguh luar biasa. Ia membangun banyak bangunan
megah dan fasilitas umum di Campden. Lingkaran pertemanannya bukan orang biasa.
Salah satunya adalah Raja Charles I. Menurut kabar, ia juga pernah meminjamkan
uang kepada James I dan sebagai hasilnya memperoleh kekayaan yang sangat besar.
“Baiklah aku berangkat sekarang. Aku akan
pulang sebelum makan malam, tapi siapkan makan malam yang enak,ya!,” canda
William sambil berpamitan pada istrinya.
Belum jauh William melangkah. “Sayang, kau lupa
topimu!,” teriak Nancy sambil melambaikan topi suaminya. Pria itu kembali dan
mengambil topinya sambil tertawa.
“Huh..dasar pelupa!," seru Nancy sambil
mengulurkan topi. Dilihatnya wajah suaminya itu sekilas. Entah mengapa ada
perasaan tak enak menyergapnya tiba-tiba.
Keluarga Harrison tinggal
di wilayah Chipping Campden. Untuk pekerjaan rumah sehari-hari keluarga ini dibantu
oleh Joan Perry dan kedua putranya John dan Richard. Mereka sudah bekerja pada
keluarga Harrison sejak beberapa tahun yang lalu.
Hari sudah petang walaupun matahari masih
bersinar terik. Siang hari terasa berlangsung lebih lama saat musim panas.
Sampai waktu itu William belum kembali dari
Charingworth. Bahkan saat makan malam dihidangkan pun, pria itu masih juga
belum pulang. Nancy yang cemas memutuskan untuk menunggu. Berkali-kali matanya
menatap jauh ke ujung jalan berharap suaminya itu akan muncul seperti biasanya,
namun hingga malam semakin larut, harapannya semakin pupus.
Nancy khawatir sesuatu menimpa suaminya. Tiga
bulan sebelumnya Charles II kembali dari pengasingan dan masuk London dengan
penuh kemenangan bersama para pendukungnya, yang menandai dimulainya masa
kekuasaannya. Sebelumnya, negeri itu diliputi ketakutan saat Richard Cromwell
berkuasa. Banyak prajurit yang tidak menerima upah berkeliaran untuk mencuri
dan merampok. Tapi sekarang situasi sudah jauh lebih baik. Tapi tetap saja
kekhawatiran menggelayuti benak Nancy.
Ia kemudian meminta John Perry untuk pergi
menyusul suaminya ke Charingworth malam itu juga. Nancy tak bisa menunggu
sampai esok. John bergegas berangkat mencari majikannya.
Tetapi baik William ataupun John, keduanya tidak juga kembali sampai pagi tiba. Nancy yang semakin berprasangka buruk lalu meminta
putranya, Edward untuk pergi menyusul.
Charingworth tidaklah jauh dari kediaman
keluarga Harrison. Seperti kata William, jaraknya hanya 2 mil. Jalan menuju ke
sana juga relatif aman meskipun sangat sepi.
Edward berjalan tergesa-gesa. Ia mempercepat
langkahnya. Hatinya was-was. Ayahnya sudah tua. Bagaimana kalau terjadi sesuatu
padanya. Lalu di tengah perjalanan, ia melihat John.
“Hei, John!,”
Dari kejauhan, John terlihat terkejut kemudian
menoleh mencari orang yang memanggilnya.
“Kau ke mana saja. Mana ayahku?,” tanya Edward terengah-engah menghampirinya.
“Aku tak dapat menemukannya. Aku sudah bertanya
pada beberapa orang, tapi mereka mengatakan tidak melihat Tuan Harrison,”
terang John.
Keduanya melanjutkan pencarian. Edward
memutuskan untuk mencari ke Ebrington.
“Kita ke Ebrington. Ayah bilang akan menagih
sewa juga ke sana,” ujar Edward.
Ebrington letaknya di antara Charingworth dan
Chipping Campden. Edward berpikir kalau ayahnya mungkin bertemu seseorang di
sana sebelum melanjutkan perjalanan ke Charingworth.
“Ya, dia memang berada di sini kemarin malam
menagih sewa,” ujar Nyonya Ludlow, salah seorang penyewa ketika ditanyai Edward
dan John. Wanita itu bahkan sampai lupa menyuruh John dan Edward masuk karena
kedua pria itu tampak bertanya dengan sangat tergesa-gesa.
“Aku sempat memintanya masuk dulu sebentar,
tapi sepertinya dia terburu-buru,” kata Nyonya Ludlow mengingat pertemuannya
dengan Harrison.
Edward dan John kemudian bergegas pergi ke Paxford yang berada tak jauh dari sana. Barangkali seseorang melihat Harrison melewati wilayah itu setelah menagih sewa.
Tapi pencarian mereka ke Paxford sia-sia. Tak
ada seorang pun yang melihat Harrison di sana. Mereka kemudian memutuskan untuk
kembali ke Chipping Campden, berpikir William mungkin sudah berada di rumah.
Di tengah perjalanan pulang keduanya mendengar
beberapa orang yang berpapasan dengan mereka mengatakan ada seseorang yang
dirampok di jalan.
“Ya, tampaknya seorang pria telah tewas
dirampok. Barang-barangnya tergeletak penuh darah di ujung jalan itu,” ujar
seorang pria menjelaskan sambil menunjuk ke tempat yang dimaksud.
Tanpa berpikir panjang Edward segera berlari.
Di belakangnya John mengikuti.
Di dekat semak-semak itu Edward melihat
beberapa barang berserakan. Sepotong kemeja dan kain pengikat leher tergeletak
penuh darah. Sebuah topi yang tampaknya telah disayat benda tajam juga
ditemukan tak jauh dari sana. Dan semua itu adalah milik ayah Edward, William
Harrison.
Edward tak percaya pada apa yang dilihatnya.
Tubuhnya gemetar, kakinya terasa lemas seketika. Tak salah lagi barang-barang
itu milik ayahnya. Apakah ayahnya telah dirampok lalu dibunuh? Sang perampok
pasti tahu kalau ayahnya sehabis menagih sewa dan membawa banyak uang bersamanya.
Edward segera terbayang wajah ibunya. Apa yang
harus dikatakannya pada ibunya nanti begitu sampai di rumah?
Namun meskipun barang-barang William Harrison
ditemukan, tetapi jasad pria itu lenyap tak berbekas. Apakah seseorang telah
membawa mayatnya pergi dari sana? Atau mungkinkah seseorang telah menguburkan
jasadnya di suatu tempat untuk menghilangkan jejak?
Bersambung...
Lanjutkan
BalasHapusCuma lanjutkan aja nih komentarnya Dadang ;)
HapusLanjutkan thor, penasaran. Terbaik pokonya author mah.
HapusIni beneran kejadian apa urban legend doang min?
BalasHapusTungguin aja lanjutan ceritanya.. Tapi kalau komentarnya memenuhi batas minimal ya hehe :)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusLanjut
BalasHapusWilliam Harrison dengan Jendral Thomas Harrison org yg berbeda bukan org yg sama.
BalasHapusWilliam Harrison (korban/suami Nancy, ayah Edward, majikan Joan Perry)
Nancy (istri William Harrison)
Edward (putra William Harrison)
Joan Perry (ayah Richard dan John)
John Perry (kk Richard Perry)
Richard Perry (adik John Perry)
Keluarga Perry dituduh membunuh dan dieksekusi, ada 3 kemungkinan dari cerita diatas keluarga Perry yg membunuh ,orang lain yg belum diketahui membunuh/menculik William, atau William melarikan diri dengan uang sewaan yg dibawanya.
Terima kasih rangkumannya Harllie..^^ William Harrison dan Thomas Harrison adalah orang yang berbeda. Joan Perry (ibu John dan Richard). Tungguin kelanjutan ceritanya hehe..
HapusJoan ibunya ternyata kirain ayahnya wkwkwk 😂😂👍
HapusNgakak guling-guling.. Iya nih masak ibu berubah jadi ayah wkwkwk.. :D
HapusEntah kenapa menurutku pembunuhnya bukan keluarga Perry :v
BalasHapusHmm... masuk ke teori lah yaa...
HapusLanjut Mba
BalasHapusLanjut Mba....penasaran nihh
BalasHapusReader baru nih.. Halo Argani!! Selamat datang di blog merinding ya.. ^^
HapusYo lo :v
BalasHapusAne balek :v
BTW,lanjutin ae,Min :v
Tsubasaki, udah baca belum?? Kasih teorinya dong hehe... ^^
Hapusseperti artikel sebelumnya di belahan dunia barat pada abad pertengahan sering dijumpai kasus yang sulit untuk dipecahkan,
BalasHapuslanjutkan....saya sudah lama mengikuti blog ini sebagai pengganti bung enigma yang lama vakum.
Pada abad pertengahan di Eropa memang banyak peristiwa dan fenomena aneh, beberapa dikaitkan dengan penyihir. Btw terima kasih komentarnya ya, sayang tidak ada namanya :)
Hapussangat mengobati kerinduan pada blog enigma yang lama vakum...lanjutkan good job....
BalasHapusEeh, ada reader Enigma.. Terima kasih sudah mampir yak ^^
HapusLanjut kak
BalasHapusSesuai perjanjian yaa.. :)
HapusPembukaan kasus yang menarik. Tapi menurut saya pribadi, data-data yang didapat masih belum cukup untuk membuat teori. Tapi nggak apa, saya masih nungguin perkembangan kasusnya, kok :)
BalasHapusKan baru part 1 :)
HapusLanjut Thor...
BalasHapusGreen-green, sesuai perjanjian akan lanjut kalau memenuhi jumlah komentar minimal.. ^^
HapusKomentar ditutup. Terima kasih sudah membaca dan memberikan tanggapan. Total komentar ada 9 orang (satu orang hanya dihitung satu komentar dan "Unknown" saya anggap satu orang). Sayang sekali belum memenuhi batas minimal, mungkin ceritanya kurang menarik hehe.. Jadi saya akan ganti cerita yang lain. Sampai ketemu lagi hari Senin yaa.. ^^
BalasHapusYah batas komen jgn banyak2 min
BalasHapusOrg kan kadang males komen
Tp setia baca
Seriusan . Ini cewe ya adminnya
Jangan baperan ya kak
Harus logika.
Mungkin Pundit ini belum paham. Baiklah saya jelaskan lagi. Aturan kemarin dibuat agar pembaca aktif memberikan komentar dan tanggapannya. Coba dibaca lagi peraturannya. Pakai logika, ikuti aturan mainnya, dan jangan baper yak :)
HapusSaya org ke 11 ni di sini, lanjut lah, kasian temen2 yg sblumnya sudah baca tpi gak tau lanjutan ny. IMO tenggat watku 2 hari dirasa terlalu singkat BC gak setiap org punya waktu luang buka blog stiap hari.
BalasHapusTerima kasih Anunnaki sudah membaca.. Tapi saya harus menepati aturannya :)
HapusKmren blom baca sih baru liat2 komen aja, sekarang udah. Jadi nyesel kmren suruh lanjut ceritanya tanpa tau apa yang dibahas hahaha okay I got it now. See u in next post
HapusIya ya sayang bener jadi gak lanjut ke part 2. Tapi gak apa-apa masih ada cerita yang lainnya kok.. ^^
HapusEmg ada ya? Ahaha mau ampe part 4 juga tetep si mayat gak ketemu2.
HapusOrang gak mati kan jadi mayat nya gak pernah ada ahahaha jatohnya spoiler dong ini saya :(
Hapuslanjutkan
BalasHapusIya Ibnu nanti dilanjutkan ke cerita yang baru ^^
HapusMbak jangan seenaknya kalau upload 1 kolom baru 1 hari udah blg gak laku dan ga lanjutkan.
BalasHapusSi Enigma pun post terus dan lama, kalau berkualitas pasti banyak juga yg komen kok. Dan sabar
Gausah dibatasi dan ngambek gitu ga lanjut.
Maaf ya agak keras kak.
Masak cuma 2 hari harus puluhan org komen
BalasHapusItu ga masuk akal. Kaya nagih kredit aja
Harusnya post berkualitas bahasa lugas
Kaya enigma dan panjang gapapa asal enak dibaca. Didiemin jg laris mbak
Org ga slalu ada waktu baca. anda bs lihat kan engagemen yg baca di statistik anda.
Terima kasih banyak atensi dan sarannya, Pundit. Dibawa santai aja hehe.. :)
HapusNunggu lanjutannya, sapa tau langsung dapet kesimpulannya. Emang dari beberapa artikel yang kubaca disini, daerah barat barat apalagi yang lampau. Ada kasus aneh disangkut pautin sama penyihir. Sama kayak di indo sekarang, ada apa apa di sangkutin sama barang ghoib
BalasHapusiya memang rumor tentang penyihir banyak sekali pada masa lalu di Eropa. Itulah kenapa beberapa orang yang dituduh sebagai penyihir menjalani eksekusi mati. Bahkan kucing-kucing (terutama kucing hitam) juga menjadi sasaran karena dituduh sebagai perantara.
HapusKirain ga ada yang komen, soalnya udh ngikutin sejak pertengahan tahun 2019,hehe
BalasHapusHalo Suuri. Terima kasih sudah mengikuti blog merinding yaa hehe.. ^^
HapusSemangat terus, mbak ^^
BalasHapusBlog ini keren dan bagus ❤, cerita-ceritanya menarik.
Stay healthy, mbak ^^
Terima kasih sudah mampir dan baca cerita-cerita di sini ya Rahmah. Sayang yang ini gak lanjut hehe.. Stay healthy buatmu juga ^^
Hapusini kasus campden wonder kan
BalasHapusBingo, Suuri!
Hapus