The Catcher in The Rye dan Pembunuhan John Lennon
Pria berkacamata itu melepas mantel dan
topinya, tetap berdiri tenang di West 72nd Street. Seorang petugas berteriak
padanya, "Tahukah Anda apa yang telah Anda lakukan?", Dengan tenang
ia menjawab, "Ya, saya baru saja menembak John Lennon." Lalu ia
mengeluarkan sebuah novel dari kantung celananya. Saat polisi datang ke TKP
untuk meringkusnya, ia sedang membolak-balik halaman novel itu seolah tak
terjadi apa-apa. Novel itu, The Catcher in The Rye!
Tak ada yang salah hari itu. Pagi hari,
fotografer Annie Leibovitz datang ke apartemen Lennon di Dakota untuk
pemotretan majalah Rolling Stone. Rencananya Lennon dan Yoko Ono akan tampil
menghiasi sampul depan majalah tersebut.
Yoko Ono dan John Lennon dalam foto yang diambil Annie Leibovitz |
Pria berkacamata itu meminta Lennon untuk menandatangani
album terbaru Lennon dan Yoko Ono, Double Fantasy. Saat itu hal biasa bagi
penggemar untuk menunggu di luar Dakota untuk sekedar bertemu dan meminta tanda
tangan Lennon.
Dengan ramah Lennon melayani permintaan pria
itu, sementara limusin sedang menunggu. Setelah Lennon mendapatkan penanya, dia
menandatangani album tersebut. “Apakah ada lagi yang lainnya yang kau
butuhkan?,” tanya Lennon sopan. "Tidak, tidak, Sir,” balas pria itu.
Tak ada yang salah hari itu. Begitu juga dengan
pertemuan tersebut. Kecuali pikiran pria itu. Karena beberapa jam setelahnya,
dia menyarangkan empat peluru ke tubuh Lennon.
Baca juga: Konspirasi Kematian Paul McCartney
Pria itu bernama Mark David Chapman. Besar di
Georgia, dan tampaknya merupakan penggemar fanatik The Beatles bahkan sejak
pertama kali band tersebut muncul. Chapman rela belajar gitar dan bermimpi
menjadi musikus seperti idolanya.
Namun setelah bertahun-tahun berlalu
pandangan-pandangannya mulai berubah. Ia percaya bahwa The Beatles berpengaruh
buruk bagi banyak orang, John Lennon khususnya, karena pandangan Lennon pada
agama dan negara. Ia juga sangat benci dengan lagu “Imagine” yang rilis tahun
1971. Chapman memparodikan lagu itu dengan "Imagine John Lennon
dead."
Mark David Chapman |
Chapman bekerja sebagai seorang petugas
keamanan dengan upah rendah. Seperti Lennon, ia juga menikahi seorang wanita
Jepang, tetapi pernikahannya tak bahagia.
Pada Oktober 1980, Chapman yang telah
mengetahui di mana tempat tinggal Lennon melakukan perjalanan ke New York. Chapman
pergi ke New York berpikir tentang apa yang ingin dilakukannya. Awalnya ia
berpikir untuk bunuh diri, sebelum akhirnya memutuskan untuk membunuh Lennon.
Entah bagaimana ia merasa bahwa jika dengan melakukan
itu beban masalah kehidupan pribadinya akan sedikit berkurang. Tetapi
rencananya itu kemudian tidak jadi dilakukannya.
Pada 8 Desember 1980, Chapman mengunjungi New
York lagi. Pada pagi hari di tanggal tersebut saat menunggu di luar apartement John
Lennon. Chapman melihat Helen Seaman, pengasuh anak Lennon berjalan menuju
gedung bersama Sean Lennon yang berusia lima tahun. Chapman sempat menjabat
tangannya dan mengatakan kepadanya bahwa dia adalah anak laki-laki yang tampan,
mengutip lagu Lennon "Beautiful Boy (Darling Boy)”.
John Lennon dan Yoko Ono di depan tempat tinggal mereka, Apartement Dakota |
Pada saat itu, adalah hal biasa bagi beberapa
penggemar Lennon untuk menunggunya di luar gedung tempat tinggalnya untuk
sekedar menyapa atau meminta tanda tangan.
Baca juga: Misteri Pembunuhan Tupac Shakur
Pukul 5 sore setelah menyelesaikan sesi
pemotretan untuk majalah Rolling Stone dan juga sedikit wawancara dengan DJ San
Francisco Dave Sholin, untuk acara musik yang akan disiarkan di RKO Radio
Network, Lenon dan istrinya Yoko Ono tampak keluar dari apartemen mereka. Sore
itu mereka akan menuju ke Planet Plant Studio.
Agak lama menunggu limusin yang akan membawa
mereka, tiba-tiba Chapman berjalan menghampiri Lennon dan istrinya yang sedang
berjalan. Chapman meminta tanda tangan album DoubleFantasy. Sambil menanggapi
permintaan Chapman tersebut, fotografer Paul Goresh mengambil foto pertemuan
keduanya. Lennon dan istrinya kemudian meninggalkan tempat itu.
Paul Goresh mengambil foto Lennon di hari naas itu, di sebelahnya adalah pembunuhnya Mark Chapman |
Pasangan tersebut keluar dari limusin mereka dan tiba di 72nd Street. Chapman rupanya menunggu di tempat itu. Saat Lennon keluar dari mobilnya dan akan masuk ke apartemen, Chapman sudah berdiri di sana menunggu.
Penjaga pintu Dakota, Jose Perdomo dan seorang
sopir taksi melihatnya berdiri di dekat gapura. Lennon dan istrinya melewati
Chapman dan berjalan menuju pintu gerbang lengkung gedung. Saat Ono lewat,
Chapman mengangguk padanya. Saat Lennon lewat, dia melirik sebentar ke Chapman,
tampak mengenalinya dari sebelumnya.
Lokasi di mana Lennon ditembak |
Satu peluru menghantam jendela gedung Dakota,
sementara empat lainnya mengenai Lennon di punggung dan bahu, menusuk paru-paru
kiri dan arteri kiri. Darah mengucur deras. Lennon berjalan terhuyung-huyung ke
area keamanan. "Saya ditembak! Saya tertembak!".
Tubuh Lennon jatuh tertelungkup di lantai area
resepsionis. Kaset-kaset yang tengah dibawanya berhamburan. Darah mengalir dari
mulutnya dan pakaiannya basah oleh darah. Jose Perdomo, petugas keamananan
gedung berlari dan memberi tahu pekerja Jay Hastings apa yang terjadi. Hastings
mencoba memberikan pertolongan. Ia merobek kemeja Lennon yang berlumuran darah,
menutupi dada Lennon dengan jaket seragamnya. Ia juga melepaskan kacamata
Lennon yang sudah berlumuran darah. Hastings segera menyadari betapa parah luka
Lennon saat itu.
Kacamata John Lennon yang berlumuran darah bekas penembakan |
“Jika dia [Lennon] ditembak dengan cara ini di
tengah ruang operasi sekalipun, dengan seluruh tim ahli bedah yang siap untuk
menanganinya, dengan luka-luka seperti itu dia tetap tidak akan selamat.” (Stephen Lynn, kepala Departemen
Darurat di Rumah Sakit Roosevelt)
Sementara itu, bukannya lari bersembunyi Chapman malah tetap di lokasi. Petugas Steven Spiro dan Peter Cullen adalah polisi pertama yang tiba di tempat kejadian. Mereka tiba sekitar dua menit setelah kejadia dan menemukan Chapman berdiri dengan sangat tenang di West 72nd Street. Mereka melaporkan bahwa Chapman telah menjatuhkan pistol ke tanah dan memegang sebuah buku saku, The Catcher in the Rye karangan JD Stalinger.
Lalu bagaimana bisa seseorang yang tadinya
begitu mengagumi idolanya malah berbalik membunuh?
Namun selain alasan itu, Chapman juga
mengatakan dia sangat terinspirasi oleh karakter fiksi Holden Caulfield dari
novel karangan JD Salinger, The Catcher in the Rye . Buku inilah yang ternyata sangat
menginspirasi Chapman dalam tindakannya menghabisi nyawa Lennon.
Berkisah tentang apa sebenarnya novel tersebut?
Holden adalah
tokoh utama di novel tersebut. Remaja 16 tahun tersebut merasa hidupnya kacau
balau. Ia gagal dalam beberapa pelajaran dan dikeluarkan dari sekolah. Selain masalah dengan pendidikannya, ia juga
gagal dalam hubungan asmara. Gadis yang dicintainya, namun tak pernah berhasil
didapatkannya, kencan dengan teman sekamarnya.
Novel The Catcher in The Rye karangan J. D Salinger |
Tema utama novel ini adalah kemarahan Caulfield
terhadap kemunafikan dan kepalsuan orang dewasa. Perasaan tertekan dan kacau balau
memenuhi cerita novel tersebut, membuat novel ini kerap memicu kemarahan dan juga
pemberontakan.
Karena efeknya yang memicu perilaku negatif itulah,
novel ini sempat dilarang oleh beberapa pihak, termasuk sekolah. Meskipun
demikian, novel ini meraih banyak penghargaan. Majalah TIME bahkan menyebut The
Catcher in The Rye sebagai satu dari 100 novel terbaik sepanjang masa.
J.D Salinger sendiri merilis The Catcher in The
Rye pada tahun 1951, saat ia berusia 32 tahun. Novel ini dikerjakanya selama 10
tahun dan menjadi satu-satunya novel yang dipublikasikannya. Sebelum menulis
novel ini, J.D Salinger tergabung di militer dan menjadi salah satu prajurit
untuk Perang Dunia II. Selama waktu tersebut, ia sempat bertemu dengan Ernest
Hemmingway.
J.D Salinger |
Kasus lainnya di mana novel ini juga diduga telah menginspirasi
kasus kejahatan adalah pembunuhan terhadap seorang aktris yang tengah naik daun. Pada tahun 1989 Robert Bardo melakukan pembunuhan pada
aktris Rebecca Schaeffer. Pria itu terlihat melempar novel The Catcher in The
Rye saat lari dari lokasi pembunuhan.
Rebecca Shaeffer dan pembunuhnya Robert Bardo |
Sementara itu di lain pihak kematian John
Lennon banyak dikaitkan dengan sejumlah teori konspirasi.
Mark Chapman disebut-sebut sebenarnya adalah seorang agen CIA. Teori lainnya menyebutkan kalau Lennon sengaja memalsukan kematiannya sendiri karena ingin hidup tenang dan jauh dari perhatian publik. Teori ketiga mengatakan bahwa sang legenda sebenarnya bunuh diri.
Menarik bukan? Teori
konspirasi memang selalu menarik walaupun terkadang kebanyakan tidak masuk akal. Tapi saya tidak akan membahasnya kali ini.
Ahh jadi inget film tentang jd salinger penulis ntu buku
BalasHapusWahh..biografinya ya
HapusKlo kasus pembunuhan Jhon Lennon,isinya konspirasi semua :v
BalasHapusBanyak yg bilang,dia dibunuh CIA.
Kasus pembunuhan atau kematian yang tidak wajar yang menimpa orang-orang terkenal memang sering sekali dikaitkan dengan teori konspirasi. Kalau teori pembunuhan oleh CIA, selain John Lennon ada banyak nama juga yang diduga dibunuh oleh mereka. Mulai dari Marilyn Monroe sampai John F. Kennedy.
HapusJadi tahu saya pembunuhnya ternyata beristri Jepang juga benar2 fanatik ini orang👍, polanya hampir sama seperti penembakan R.Reagan, Tupac Shakur, Brandon Lee dan JFK, karena motif yg kurang kuat wajar muncul konspirasi, belum lagi konspirasi kematian Paul McCartney. The Beatles emang legenda 🎤
BalasHapusIya Harllie, Chapman menikahi wanita Jepang kemungkinan besar ingin meniru Lennon. Wah.. kalau ngomongin konspirasi jadi panjang ceritanya ya, tapi itu dia menarik sekali buat dibahas. Percobaan pembunuhan terhadap Reagen gagal dan saya juga baru tahu kalau itu berkaitan juga dengan buku The Catcher in the Rye ini.
Hapus