Ada Apa Dengan Suku Sentinel?
Kalian mungkin pernah menonton film di mana
sang aktor terdampar di sebuah pulau terpencil dan terisolasi dengan suku yang
masih primitif. Mereka membawa busur dan anak panah sambil meneriakkan
kata-kata dalam bahasa yang sama sekali tidak dimengerti, lalu menangkapi orang
yang kebetulan mengalami nasib sial terdampar di sana.
Seperti itulah kira-kira yang terjadi di Pulau
yang bernama Sentinel.
Pulau Sentinel Utara mungkin bukan hanya tempat
paling terisolir di dunia, namun juga tempat yang paling berbahaya. Berbahaya
di sini dalam arti yang sebenar-benarnya.
Lokasi Pulau Sentinel Utara |
Pulau Sentinel Utara terletak di Kepulauan
Andaman dan Nicobar yang merupakan bagian dari India. Pulau ini dikelilingi
oleh terumbu karang dan tidak memiliki pelabuhan alami. Seluruh pulau, selain
pantai, merupakan kawasan hutan. Ada pantai pasir putih sempit yang
mengelilingi pulau dengan terumbu karang terbentang di sekitar pulau tersebut.
Pulau Sentinel |
Suku Onge, salah satu suku Andaman yang lain, menyebut
pulau yang ditinggali suku Sentinel itu sebagai Chia daaKwokweyeh. Meskipun memiliki
kemiripan budaya dengan suku Sentinel, namun orang-orang Onge sama sekali tidak
dapat memahami bahasa yang dipakai suku Sentinel.
Dahulu orang-orang suku Onge pernah dibawa ke
Pulau Sentinel Utara oleh Inggris selama abad ke-19, tetapi mereka tidak dapat
memahami cara komunikasi Sentinel. Bahasa mereka sama sekali tidak pernah
diketahui.
Pertemuan suku Sentinel dengan dunia luar yang
terdokumentasi pertama kali muncul sepertinya terjadi pada 1771. Saat itu
seorang perwira Perusahaan Hindia Timur, John Ritchie, melaporkan telah melihat
cahaya di pulau itu saat dia lewat. Dia kemudian menduga kalau cahaya itu
berasal dari nyala api dari penduduk pulau. Namun kapal Ritchie memutuskan
untuk tidak mengunjungi pulau.
Laporan berikutnya datang hampir seabad
kemudian yaitu tahun 1867. Saat itu sebuah kapal dagang Hindia bernama Niniwe,
karam di dekat pulau itu karena badai besar. Kemudian sebanyak 106 orang
penumpangnya mendarat di pantai. Namun suku Sentinel menyerang mereka.
Beruntung mereka dapat ditemukan oleh regu penyelamat Royal Navy.
Suku Sentinel di tepi pantai memperlihatkan ketidakramahan mereka |
Baca juga: Blemmyes, Suku Manusia Tanpa Kepala yang Misterius
Tak hanya itu saja, Portman dan krunya menangkap
enam orang Sentinel (2 lansia dan 4 anak-anak) dan membawa mereka ke Port Blair
(ibu kota Distrik Pulau Andaman dan Nicobar di India). Dua dari tawanan itu yaitu
pasangan lansia meninggal dengan cepat karena penyakit di Port Blair. Sedangkan
empat anak-anak terjangkit penyakit.
Portman entah mengapa kemudian memutuskan bahwa
adalah ide yang baik untuk mengantarkan empat anak yang sakit itu ke pantai Sentinel
bersama dengan setumpuk kecil hadiah.
Maurice Vidal Portman bersama dengan orang suku Andaman |
Pendaratan kedua dilakukan oleh Portman pada 27 Agustus 1883 setelah letusan Gunung Krakatau disalahartikan sebagai tembakan dan diartikan sebagai sinyal marabahaya sebuah kapal. Sebuah regu pencari mendarat di pulau itu dan meninggalkan hadiah sebelum kembali ke Port Blair. Portman mengunjungi pulau itu beberapa kali lagi antara Januari 1885 dan Januari 1887.
Pada tahun 1896, seorang narapidana yang
melarikan diri mencoba melarikan diri dari Penal Colony Pulau Andaman Besar
dengan rakit. Dia lalu terdampar di Pulau Sentinel Utara. Sebuah regu pencari menemukan
jenazahnya beberapa hari kemudian dengan kondisi mengerikan. Tubuhnya ditemukan
penuh dengan luka panah dan tenggorokan dipotong. Inggris kemudian dengan bijak
memutuskan untuk tidak mengusik orang Sentinel.
Suku Sentinel tampak berjalan di pinggir pantai membawa busur dan panah |
Pada malam tanggal 2 Agustus 1981, sebuah kapal barang Hong Kong bernama The Primrose kandas, menabrak terumbu karang hanya beberapa meter dari pantai timur laut Pulau Sentinel Utara. Sehari setelah itu, seorang awak kapal mulai memperhatikan lebih dari 50 orang pribumi di pantai dengan tombak dan panah di tangan mereka.
Beberapa orang suku Sentinel mendekati mereka
dengan tatapan curiga dan siaga. Para kru kapal diteror oleh penduduk asli yang
melambaikan tombak, busur, dan juga anak panah. Kapten Liu Chunglong menelepon
untuk meminta bantuan segera dari kemungkinan serangan.
Namun karena badai besar, kapal yang megirim
bantuan tidak dapat mendatangi pulau tersebut. Suku Sentinel mencoba beberapa
serangan dengan busur dan anak panah mereka. Namun, karena busur primitif
mereka yang memiliki jarak tembak sekitar 40 meter, anak panah itu jatuh ke
udara, tidak dapat mencapai kapal.
Segera setelah badai mereda, helikopter
penyelamat datang ke pulau itu dan menyelamatkan para pelaut.
Bangkai kapal yang tertangkap Google Map di pantai Pulau Sentinel |
Beberapa tahun kemudian tim antropolog yang dipimpin oleh Trinok Nath Pandit, yang bekerja di bawah naungan pemerintah India, mendarat di Pulau Sentinel Utara. Seperti Portman, mereka hanya menemukan gubuk yang ditinggalkan secara tergesa-gesa. Orang-orang telah melarikan diri begitu cepat sehingga mereka meninggalkan api yang masih menyala di luar rumah mereka.
Pandit dan timnya meninggalkan hadiah: gerendel kain,
permen, dan ember plastik. Tetapi perwira angkatan laut dan polisi India yang
mendampingi Pandit juga megambil barang-barang orang Sentinel, seperti busur,
panah, keranjang, barang-barang lain dari rumah mereka yang ditinggalkan.
Baca juga: Misteri Pulau Hybrasil
Pandit dan rekan-rekannya terus berusaha melakukan kontak dengan suku Sentinel. Mereka biasanya menarik sampan ke pantai, mengantarkan kelapa dan hadiah lainnya, lalu segera pergi. Mereka tampaknya tidak peduli dengan barang-barang plastik yang dikirimkan.
Tetapi mereka
tampak sangat senang dengan panci dan wajan logam. Mereka juga dengan cepat menyukai kelapa,
yang tidak tumbuh di pulau itu. Selama 25 tahun Pandit dan timnya melakukan itu,
tanpa kontak langsung, Pandit sedang berusaha membangun kepercayaan suku
Sentinel.
Pada tahun 1974, kru National Geographic
mencoba mengunjungi pulau itu dengan perahu untuk merekam beberapa gambar.
Namun petualangan para kru harus berakhir bahkan sebelum dimulai. Mereka
diserang suku Sentinel, sang sutradara bahkan terkena panah di kakinya.
Setahun sebelum Pandit pensiun, ketekunan itu
terbayar. Pada tanggal 4 Januari 1991,
mereka datang kembali. Pada kunjungan itu mereka mengetahui bahwa suku Sentinel
telah menggunakan logam dalam senjata mereka. Diasumsikan bahwa suku Sentinel memperoleh
logam dari sisa-sisa kapal Primrose yang karam. Hal inilah yang menandai
dimulainya Zaman Besi di Pulau Sentinel Utara yang tadinya hanya menggunakan
busur dan anak panah.
Suku Sentinel menerima buah kelapa dan bantuan lainnya yang diberikan tim Pandit pada kunjungan 1991 |
Kedatangan Pandit dan timnya kali itu membawa
beberapa hadiah untuk dipersembahkan kepada orang Sentinel yang menerima mereka
dengan ramah. Mereka membawa banyak buah kelapa yang sangat disukai suku
Sentinel. Menarik memang meskipun berada di pantai, pulau ini sama sekali tidak
ditumbuhi pohon kelapa. Mereka memberanikan
diri lebih dekat dengan orang luar daripada sebelumnya.
Tapi keramahan orang Sentinel ada batasnya.
Pada kunjungan lainnya, beberapa minggu kemudian, seorang pria Sentinel memberi
isyarat kepada Pandit bahwa sudah waktunya bagi mereka untuk pergi (dengan
isyarat menghunus pisaunya dan membuat gerakan memotong). Pada tahun 1996
pemerintah India secara resmi melarang kunjungan ke pulau itu.
Setelah tsunami yang terjadi pada tahun 2004 melanda Samudera Hindia, Pemerintah India mengirim helikopter ke pulau itu untuk memastikan bahwa orang Sentinel baik-baik saja. Tetapi reaksi yang mengejutkan diterima para kru.
Suku Sentinel mencoba mengusir pendatang dengan mengarahkan panah mereka |
Ketika helikopter penjaga pantai India terbang
di atas pulau itu, mereka menemukan orang Sentinel sama sekali tidak senang
melihat mereka. Mereka juga sama sekali tidak ragu untuk menyerang helikopter
dengan busur dan anak panah yang menyebabkan helikopter segera pergi.
Pada tahun 2006, suku Sentinel dilaporkan membunuh dua nelayan India yang sedang menangkap ikan dan kepiting di sekitar perairan Sentinel. Kedua nelayan tersebut diduga terlalu dekat dengan pantai pulau sehingga diserang.
Kapal nelayan yang berhasil diambil oleh suku Sentinel |
Belakangan, suku Sentinel juga menyerang helikopter dan awak
yang datang untuk mencari jenazah para nelayan. Pihak India akhirnya membatalkan
pencarian para korban dan tidak ada yang pernah melihat mayat para nelayan.
Dan akhirnya, peristiwa yang cukup menarik perhatian dunia terjadi tahun 2018 lalu. Pada November 2018, John Allen Chau, seorang misionaris Amerika Serikat berusia 26 tahun, terbunuh dalam perjalanan ilegal ke pulau Sentinel.
Baca juga: Misteri Hilangnya Michael Rockefeller di Papua
Tujuh orang ditahan oleh polisi India karena dicurigai membantu akses ilegal Chau ke pulau itu. Memasuki radius 5 mil laut di sekitar pulau adalah ilegal menurut hukum India. Nelayan mengatakan kepada polisi bahwa mereka telah melihat orang-orang suku tersebut menyeret tubuh Chau.
John Allen Chau |
Namun pihak berwenang belum dapat secara independen memverifikasi
kematiannya pada 25 November 2018. Kasus ini ditetapkan sebagai pembunuhan,
tetapi tampaknya mereka tidak dapat menuntut suku tersebut.
Dalam catatan Chau yang ditemukan setelah
kematiannya menunjukkan bahwa dia menyadari resiko yang akan dia hadapi ketika
datang ke pulau itu. Dalam catatan terakhir untuk keluarganya yang dikirim
melalui para nelayan, Chau menulis:
"Kalian mungkin berpikir saya gila karena
semua ini, tetapi saya pikir itu berharga untuk menyatakan Tuhan kepada
orang-orang ini. Tolong jangan marah pada mereka atau pada Tuhan jika saya
terbunuh ..."
Keluarga Chau tampak ikhlas dengan apa yang
menimpa pemuda itu dan tidak bersikeras untuk meminta mencari dan mengirimkan
jenazahnya ke Amerika.
Referensi :
Wah,bahaya sekali suku Sentinel.
BalasHapusBTW,hai Min :v
Hai Tsubasaki :) Iya makanya pemerintah India sudah melarang orang untuk mendekati pulau itu..
HapusBagus artikelnya...
BalasHapusBaguss
BalasHapusTerima kasih, Najwa. Sering-sering mampir yaa.. :)
HapusSelain Pandit ada juga antropolog wanita yg pertama kali kesana, saya gak tahu apakah mereka satu tim. Penting para antropolog kesana karena perlu utk tujuan riset, tetapi sangat sayang ada misionaris yg nekat, tujuan dan misi yg kurang tepat.
BalasHapusOh ya Harllie? Tahun berapa antropolog wanita itu datang ke Sentinel, apakah waktunya sama dengan Pandit? Memang penting untuk melakukan riset terhadap suku ini, tapi ya itu bahayanya sungguh tidak terkira. Mendekati perairannya saja nyawa bisa melayang.
Hapus1991 juga min namanya Madhumala Chattopadhyay.
HapusBaru baca juga Harllie. Madhumala berangkat dengan tim yang sama dengan Pandit tahun 1991. Sebenarnya tadinya tim itu tidak memasukkan wanita, tapi akhirnya Madhumala diizinkan setelah menulis surat pernyataan tidak akan menuntut pemerintah jika sampai ia cedera atau bahkan sampai kehilangan nyawa. Orang tuanya juga membuat surat pernyataan yang sama.
Hapus