Misteri Kematian Alexander The Great
Ada beberapa tokoh dalam sejarah yang kematiannya tergolong aneh dan misterius. Alexander The Great adalah salah satunya. Setelah menikmati jamuan dalam sebuah pesta peringatan bersama dengan pasukannya, ia diketahui jatuh sakit dan beberapa hari kemudian meninggal dunia. Banyak spekulasi yang berkembang, salah satunya meyakini bahwa sang raja muda Makedonia telah diracun!
Dalam sejarah dunia kuno, sosok Alexander The Great atau Alexander Agung begitu termasyur. Raja kerajaan Yunani kuno Makedonia ini merupakan putra Philip II. Ia menggantikan ayahnya menjadi raja pada tahun 336 SM. Saat itu usianya baru 20 tahun.
Alexander Agung dikenang karena mampu menciptakan salah satu kekaisaran dunia kuno terbesar yang membentang dari Yunani hingga India barat laut. Tak terkalahkan dalam sejumlah pertempuran membuatnya menjadi salah satu komandan militer paling sukses dalam sejarah.
Namun sang raja yang sejak usia 16 tahun telah menjadi murid Aristoteles itu tidak berumur panjang. Setelah keberhasilannya dalam sejumlah invasi, ia kembali ke Babel dan merayakan kemenangannya bersama dengan pasukannya. Pesta dan perjamuan makan besar-besaran digelar. Rencananya ia dan pasukannya akan melakukan invasi ke tanah Arab setelah itu. Tetapi ia tidak pernah dapat merealisasikan rencana tersebut karena tak lama setelah pesta itu, Alexander ambruk. Selama beberapa hari ia merasakan kesakitan luar biasa dan hanya tergolek lemah di ranjang hingga kematiannya.
Kematian Alexander Agung adalah misteri yang belum terpecahkan. Apakah ia meninggal karena sakit alami atau seseorang telah sengaja meracuni untuk membunuhnya?
Kematian Alexander Agung yang Penuh Tanda Tanya
Dalam sejarah dunia kuno, sosok Alexander The Great atau Alexander Agung begitu termasyur. Raja kerajaan Yunani kuno Makedonia ini merupakan putra Philip II. Ia menggantikan ayahnya menjadi raja pada tahun 336 SM. Saat itu usianya baru 20 tahun.
Alexander Agung dikenang karena mampu menciptakan salah satu kekaisaran dunia kuno terbesar yang membentang dari Yunani hingga India barat laut. Tak terkalahkan dalam sejumlah pertempuran membuatnya menjadi salah satu komandan militer paling sukses dalam sejarah.
Namun sang raja yang sejak usia 16 tahun telah menjadi murid Aristoteles itu tidak berumur panjang. Setelah keberhasilannya dalam sejumlah invasi, ia kembali ke Babel dan merayakan kemenangannya bersama dengan pasukannya. Pesta dan perjamuan makan besar-besaran digelar. Rencananya ia dan pasukannya akan melakukan invasi ke tanah Arab setelah itu. Tetapi ia tidak pernah dapat merealisasikan rencana tersebut karena tak lama setelah pesta itu, Alexander ambruk. Selama beberapa hari ia merasakan kesakitan luar biasa dan hanya tergolek lemah di ranjang hingga kematiannya.
Kematian Alexander Agung adalah misteri yang belum terpecahkan. Apakah ia meninggal karena sakit alami atau seseorang telah sengaja meracuni untuk membunuhnya?
Kematian Alexander Agung yang Penuh Tanda Tanya
Pada tahun 323 SM, Alexander menikmati liburan di kota Babel, Mesopotamia. Ini adalah salah satu kota besar di kekaisaran Persia. Raja muda Makedonia ini telah menghabiskan sepuluh tahun untuk berjuang tanpa henti melalui kekaisaran Persia ke perbatasan India. Setelah kemenangan yang gemilang di Punjab dan di sepanjang Sungai Indus, ia bersama pasukannya kembali ke Babel.
Babel adalah tempat yang cocok untuk melepas penat dan lelah. Babel memiliki semua fasilitas yang diperlukan. Pemandangan yang indah dan air ada di mana-mana. Di tepi sungai di samping istana, ada Taman Gantung. Seperangkat teras menanjak, dengan setiap teras memiliki lapisan tanah yang dalam dan ditanami pohon dan semak sehingga menciptakan pemandangan lereng bukit berhutan. Nebukadnezar II membangun semua keindahan itu untuk istri tercintanya 300 tahun sebelumnya.
Baca juga: Misteri Taman Gantung Babilonia
Baca juga: Misteri Taman Gantung Babilonia
Alexander memutuskan untuk mengadakan perjamuan dan pesta peringatan untuk menghormati kematian seorang teman dekat pada malam tanggal 29 Mei (menurut kalender Yunani, Daesius 18). Pesta itu diadakan untuk merayakan keberhasilan invasi ke India dan rencana serangan baru yaitu invasi ke Arab.
Salah satu tamu kehormatan adalah seorang laksamana armada Yunani bernama Nearchus, yang merupakan pengikut setia dan juga teman masa kecil Alexander.
Orang-orang Makedonia dan raja-raja mereka memiliki tradisi bangga akan mengkonsumsi alkohol yang berlebihan. Anggur dengan ditambahi sedikit sirup menjadi sajian yang ditunggu-tunggu. Minuman tersebut biasanya disajikan dengan terlebih dahulu diencerkan dengan air. Minuman itu juga disajikan dalam sebuah mangkuk besar yang bisa menampung hingga 6 liter anggur, yang dibawa ke ruang makan tempat para tamu berbaring di sofa. Para tamu memiliki cangkir masing-masing, dan pelayan menggunakan sendok untuk mengisinya.
Alexander bersulang dengan sekitar 20 pria yang hadir di ruangan itu. Namun tak lama kemudian dia memutuskan untuk meninggalkan pesta lebih awal dan pergi tidur. Seperti kebiasaannya, dia mandi sebelum tidur, tetapi kemudian seorang teman dari Thessalia-nya, Medius, mengundangnya untuk bergabung pada pesta larut malam. Raja setuju dan minum pada pesta larut malam tersebut.
Keesokan harinya Alexander merasa tidak enak badan. Ia demam dan menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat tidur. Tetapi ia masih bermain dadu dengan Medius dan makan malam dengannya. Pada makan malam itu menu alkohol disajikan lagi. Tetapi kemudian dia merasakan sakit yang menusuk di punggungnya seperti ditusuk dengan tombak. Dia meninggalkan pesta, makan sedikit makanan, dan mandi. Dia demam dan tertidur di tempat pemandian.
Menjelang pagi hari ketiga, keadaan Alexander memburuk. Kemudian raja dibawa ke tempat tidurnya ke perahu yang meninggi dan dibawa ke hilir istana-istana di Babel. Hari-hari berlalu; namun kondisi Alexander justru tambah memburuk. Raja terus dipindahkan ke sejumlah tempat yang dikira mampu membuat kondisinya membaik ini malah menunjukkan kepanikan di antara para staf raja.
Semakin jelas bahwa Alexander saat itu tengah sakit parah, komandan dan pejabat tingginya diperingatkan untuk tetap berada dalam jangkauan. Para jenderal menunggu di halaman. Perwira kompi dan resimen berkumpul di luar gerbang. Pada 5 Juni, Alexander diangkut kembali ke Istana Musim Panas. Dia tinggal di sana atau di tenda kerajaan di perkemahan tentara terdekat.
Baca juga: Misteri Kematian Napoleon Bonaparte
Baca juga: Misteri Kematian Napoleon Bonaparte
Demam yang diderita Alexander tidak kunjung mereda. Menjelang sore berikutnya, tampak jelas raja sedang sekarat. Dia bahkan tidak mampu lagi berbicara. Alexander juga tampak menyerahkan cincin tanda tangannya kepada jenderal seniornya, Perdiccas seolah-olah ia sedang menyerahkan kekuasaan.
Sebuah rumor menyebar bahwa Alexander sudah meninggal. Tentara berkerumun di sekitar pintu masuk istana, berteriak, dan mengancam akan melakukan kerusuhan. Pintu kedua dirobohkan melalui dinding kamar sehingga mereka bisa melihat langsung pemimpin mereka yang sedang sekarat. Sejarawan Alexander, Arrian, menulis:
"Saya membanyangkan beberapa orang curiga bahwa kematiannya ditutupi oleh kawan-kawan terdekat raja. Tuntutan mereka yang terus menerus untuk melihat Alexander adalah ekspresi kesedihan pada raja yang akan meninggalkan mereka. Mereka mengatakan bahwa Alexander tidak bisa lagi berbicara ketika pasukan melewatinya, tetapi dia berjuang untuk mengangkat kepalanya dan memberi setiap orang salam dengan matanya."
Tujuh komandannya melakukan ritual inkubasi. Mereka menghabiskan malam di kuil dewa Babel, berharap mendapatkan mimpi atau pertanda-pertanda bagaimana menyembuhkan sang raja.
Pada tanggal 11 Juni, antara pukul 3-6 sore Alexander meninggal, hanya kurang dari sebulan ulang tahunnya yang ke-33. Apa yang membunuh raja sama sekali tidak pasti. Beberapa meyakini penyebab kematiannya karena sakit alami. Namun teori dan keyakinan bahwa raja telah diracuni kemudian muncul ke permukaan. Tetapi siapa yang melakukannya?
Empat teori paling populer tentang kematiannya adalah: malaria, tipus, keracunan alkohol, atau sengaja diracuni oleh saingannya. Malaria dibawa oleh nyamuk yang hidup di hutan dan lokasi tropis, tetapi tidak di daerah gurun seperti Irak tengah tempat Alexander meninggal. Tifoid ditularkan oleh makanan atau air yang terkontaminasi oleh bakteri yang menyebabkan epidemi dan bukan hanya kasus tunggal. Tidak ada dalam catatan sejarah manapun yang meyarankan wabah seperti itu di Babel pada saat Alexander mati. Efek utama keracunan alkohol adalah muntah terus-menerus, tetapi tidak sekalipun sumber sejarah menyebutkan muntah atau bahkan mual sebagai salah satu gejala Alexander.
Sistem awalnya adalah agitasi, tremor, kekauan di leher, dan nyeri tajam di daerah perut. Dia kemudian pingsan dan menderita kesakitan akut yang menyiksa di mana pun dia disentuh. Dia mengalami rasa haus yang hebat, demam dan delirium, dan sepanjang malam mengalami kejang-kejang dan halusinasi. Pada tahap akhir dari kondisi itu dia tidak bisa bicara, meskipun dia masih bisa menggerakkan kepala dan lengannya. Akhirnya nafasnya menjadi sulit dan dia mati.
Jadi apa yang membunuh Alexander? Menurut catatan sejarah, tubuh Alexander tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan selama 6 hari setelah kematian. Salah satu penjelasannya mungkin adalah dosis mematikan dari zat beracun yang ada dalam tubuhnya dan memperlambat laju dekomposisi. Hal ini menunjukkan bahwa Alexander yang Agung diracun, tetapi apa yang meracuninya?
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Dr Leo Schep dari National Poisons Center di Selandia Baru menunjukkan bahwa Alexander meninggal karena minum anggur beracun dari tanaman yang tampak tidak berbahaya yang ketika difermentasi ternyata sangat mematikan.
Baca juga: Teka-Teki Kematian Nefertiti
Baca juga: Teka-Teki Kematian Nefertiti
Dr. Schep yang telah meneliti bukti toksikologis selama satu dekade mengatakan beberapa teori keracunan lainnya, termasuk arsenik dan strychnine, tidak masuk akal karena kematian akan terjadi terlalu cepat, tidak lebih dari 12 hari seperti pada catatan kematian Alexander. Hal yang sama juga berlaku untuk racun lain seperti hemlock, aconite, wormwood, henbane, dan crocus musim gugur.
Sementara itu, penelitian Dr Schep yang ditulis bersama oleh pakar klasik Universitas Otago, Dr Pat Wheatley dan diterbitkan dalam jurnal medis Clinical Toxicology, menemukan bahwa kemungkinan penyebabnya adalah Album Veratrum, yang dikenal sebagai white hellebore. Tanaman berbunga putih ini merupakan keluarga Liliaceae atau Maelanthiaceae yang jika difermentasikan dengan anggur menjadi sangat beracun.
Teori Dr Schep adalah bahwa album Veratrum bisa difermentasi sebagai anggur yang diberikan kepada pemimpin. Itu akan terasa "sangat pahit" tapi itu bisa saja dipermanis- dan Alexander mungkin sangat mabuk di jamuan makan. Gejala-gejala yang disebabkan oleh mengkonsumsi tanaman juga sesuai dengan deskripsi dari apa yang dialami Alexander selama 12 hari sebelum ia meninggal.
Namun, bahkan jika Alexander diracun, tidak ada bukti bahwa dia dibunuh oleh para kenderal yang bersekongkol. Ada beberapa kasus orang yang secara tidak sengaja meracuni diri mereka sendiri dengan album Veratum. Pada tahun 2010, Clinical Toxicology menerbitkan sebuah makalah tentang 4 orang Eropa Tengah yang mengira mereka makan bawang putih liar. Sekitar 30 menit mereka muntah, kesakitan, sebagian buta, dan bingung. Tapi tidak seperti Alexander, mereka semua selamat.
Tetapi dalam teori baru yang mengejutkan, seorang sarjana dan dokter praktik menyarankan Alexader mungkin menderita gangguan neurologis Guillain-Barre Syndrome (GBS) yang menyebabkan kematiannya. Dia juga berpendapat bahwa orang mungkin tidak memperhatikan tanda-tanda pembusukan langsung pada tubuh karena satu alasan sederhana - karena Alexander belum mati.
Baca juga: Kematian Tragis Cleopatra dan Makamnya yang Misterius
Katherine Hall, seorang dosen senior di Sekolah Kedokteran Dunedin di Universitas Otago, Selandia Baru, menulis dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam The Ancient History Bulletin, sebagian besar teori lain tentang apa yang menewaskan Alexander telah berfokus pada demam dan perut yang menyakitkan, rasa sakit yang dideritanya pada hari-hari sebelum dia meninggal.
Bahkan, dia menunjukkan, dia juga diketahui telah mengembang kelumpuhan progresif, simetris, naik selama penyakitnya. Dan meskipun dia sangat sakit, dia tetap kompos mentis (sepenuhnya mengendalikan kemampuan mentalnya) sampai sebelum kematiannya.
Hall berpendapat bahwa GBS, gangguan autoimun yang jarang namun serius di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat dalam sistem saraf, dapat menjelaskan kombinasi gejala ini lebih baik dari pada teori lain yang diajukan untuk kematian Alexander. Dia percaya dia mungkin telah tertular gangguan dari infeksi Campylobacter pylori, bakteri yang umum pada saat itu. Menurut Hall, Alexander kemungkinan mendapat varian GBS yang menghasilkan kelumpuhan tanpa menyebabkan kebingungan atau ketidaksadaran.
Sementara spekulasi tentang apa yang membunuh Alexander masih jauh dari baru, Hall melempar bola dengan menyatakan bahwa dia mungkin tidak mati ketika orang berpikir dia melakukannya.
Dia berpendapat bahwa kelumpuhan yang semakin meningkat yang diderita Alexander, serta faa bahwa tubuhnya membutuhkan lebih sedikit oksigen saat ditutup, akan berarti bahwa nafasnya kurang terlihat. Karena di zaman kuni, dokter mengandalkan pada ada atau tidaknya nafas, apakah seorang pasien hidup atau mati. Hall percaya mungkin Alexander telah dinyatakan mati sebelum benar-benar mati.
Referensi:
https://en.wikipedia.org/wiki/Alexander_the_Great
https://www.history.com/news/alexander-the-great-death-cause-discovery
https://www.ancient-origins.net/news-history-archaeology/have-scientists-solved-2000-year-old-mystery-death-alexander-great-001213
Teori Dr Schep adalah bahwa album Veratrum bisa difermentasi sebagai anggur yang diberikan kepada pemimpin. Itu akan terasa "sangat pahit" tapi itu bisa saja dipermanis- dan Alexander mungkin sangat mabuk di jamuan makan. Gejala-gejala yang disebabkan oleh mengkonsumsi tanaman juga sesuai dengan deskripsi dari apa yang dialami Alexander selama 12 hari sebelum ia meninggal.
Namun, bahkan jika Alexander diracun, tidak ada bukti bahwa dia dibunuh oleh para kenderal yang bersekongkol. Ada beberapa kasus orang yang secara tidak sengaja meracuni diri mereka sendiri dengan album Veratum. Pada tahun 2010, Clinical Toxicology menerbitkan sebuah makalah tentang 4 orang Eropa Tengah yang mengira mereka makan bawang putih liar. Sekitar 30 menit mereka muntah, kesakitan, sebagian buta, dan bingung. Tapi tidak seperti Alexander, mereka semua selamat.
Tetapi dalam teori baru yang mengejutkan, seorang sarjana dan dokter praktik menyarankan Alexader mungkin menderita gangguan neurologis Guillain-Barre Syndrome (GBS) yang menyebabkan kematiannya. Dia juga berpendapat bahwa orang mungkin tidak memperhatikan tanda-tanda pembusukan langsung pada tubuh karena satu alasan sederhana - karena Alexander belum mati.
Baca juga: Kematian Tragis Cleopatra dan Makamnya yang Misterius
Katherine Hall, seorang dosen senior di Sekolah Kedokteran Dunedin di Universitas Otago, Selandia Baru, menulis dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam The Ancient History Bulletin, sebagian besar teori lain tentang apa yang menewaskan Alexander telah berfokus pada demam dan perut yang menyakitkan, rasa sakit yang dideritanya pada hari-hari sebelum dia meninggal.
Bahkan, dia menunjukkan, dia juga diketahui telah mengembang kelumpuhan progresif, simetris, naik selama penyakitnya. Dan meskipun dia sangat sakit, dia tetap kompos mentis (sepenuhnya mengendalikan kemampuan mentalnya) sampai sebelum kematiannya.
Hall berpendapat bahwa GBS, gangguan autoimun yang jarang namun serius di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat dalam sistem saraf, dapat menjelaskan kombinasi gejala ini lebih baik dari pada teori lain yang diajukan untuk kematian Alexander. Dia percaya dia mungkin telah tertular gangguan dari infeksi Campylobacter pylori, bakteri yang umum pada saat itu. Menurut Hall, Alexander kemungkinan mendapat varian GBS yang menghasilkan kelumpuhan tanpa menyebabkan kebingungan atau ketidaksadaran.
Sementara spekulasi tentang apa yang membunuh Alexander masih jauh dari baru, Hall melempar bola dengan menyatakan bahwa dia mungkin tidak mati ketika orang berpikir dia melakukannya.
Dia berpendapat bahwa kelumpuhan yang semakin meningkat yang diderita Alexander, serta faa bahwa tubuhnya membutuhkan lebih sedikit oksigen saat ditutup, akan berarti bahwa nafasnya kurang terlihat. Karena di zaman kuni, dokter mengandalkan pada ada atau tidaknya nafas, apakah seorang pasien hidup atau mati. Hall percaya mungkin Alexander telah dinyatakan mati sebelum benar-benar mati.
Referensi:
https://en.wikipedia.org/wiki/Alexander_the_Great
https://www.history.com/news/alexander-the-great-death-cause-discovery
https://www.ancient-origins.net/news-history-archaeology/have-scientists-solved-2000-year-old-mystery-death-alexander-great-001213
Kasih komentar yaa.. Tanpa kalian apalah arti aku menulis. Kalian adalah penyemangat setiap kalimat demi kalimat yang kutulis, setiap artikel yang kuposting.. ;)
Perhatian: Mohon hargai penulis dengan tidak mengambil atau copy paste artikel di blog ini untuk dijadikan postingan blog/website ataupun konten Youtube. Terima kasih.. ^^
Posting Komentar untuk "Misteri Kematian Alexander The Great"