Sejarah Kelam Kamboja di Bawah Rezim Khmer Merah
Jendral Lon Nol bukan hanya melengserkan Raja Kamboja namun juga mengubah Kamboja dari kerajaan menjadi republik serta keberpihakannya yang condong terhadap Barat membuat sebagian rakyat Kamboja marah. Belum lagi masuknya Amerika dan Vietnam Selatan untuk beroperasi di wilayah itu membuat banyak rakyat kamboja yang menjadi korban bom-bom pesawat Amerika. Hal ini kemudian dimanfaatkan Khmer Merah untuk menarik simpati rakyat. Setelah rezim Lon Nol tumbang, Khmer Merah di bawah Pol Pot justru melakukan kekejaman yang sungguh biadab.
Sejarah Awal Kamboja
Sekitar abad pertama masehi peradaban mulai berkembang di Kamboja. Selama beberapa abad setelahnya hingga abad ke 5 Masehi, Kamboja yang juga dikenal dengan nama Kampuchea ini dibangun oleh dua negara yang masih memiliki hubungan dengan China dan India yakni negara Funan dan Chenla. Dua negara ini terus "mengasuh" Kamboja hingga akhirnya runtuh pada abad ke 9 ketika Kerajaan Khmer berdiri.
Kerajaan Khmer memiliki ibu kota yang dibangun pada masa kejayaan Khmer yakni Angkor. Di sinilah terdapat gugusan candi yang merupakan salah satu monumen keagamaan terbesar di dunia, Angkor Wat. Bangunan ini sekaligus menandai kejayaan Khmer.
Pada tahun 1432, Khmer dikuasai oleh kerajaan tetangganya, Kerajaan Thai. Dewan Kerajaan Khmer kemudian terpaksa memindahkan ibu kotanya dari Angkor ke Lovek. Namun pertahanan Angkor di ibu kotanya yang baru ini tak berlangsung lama karena pada akhirnya dapat dikuasai oleh Thai dan Vietnam. Selama 3 abad setelahnya, Khmer dikuasai oleh raja-raja dari Thai dan Vietnama secara bergantian.
Raja Norodom akhirnya dilantik oleh Thai tahun 1863. Kamboja menjadi negara Protektorat oleh Perancis dan menjadi daerah koloni Indochina. Tahun 1867, Raja Norodom menandatangani perjanjian penting dengan pihak Perancis yang isinya menyatakan bahwa Thai mengambil alih Provinsi Battambang dan Siem Reap.
Pada tanggal 9 November 1953, Kamboja akhirnya mendapatkan kemerdekaan atas Perancis, setelah sebelumnya sempat pula dijajah Jepang pada tahun 1940an, sama seperti Indonesia. Kamboja kemudian menjadi kerajaan konstitusional. Norodom Sihanouk kemudian kembali dari pengasingannya di Thailand. Ia kemudian membentuk partai politik dan menyelenggarakan pemilu. Sihanouk berhasil menang mutlak dan memperoleh seluruh kursi di pemerintahan. Setelah itu dirinya leluasa mengusir orang-orang komunis.
Kamboja kemudian menjalani kehidupan yang relatif aman, apalagi raja mereka dikenal dekat dengan rakyat. Tahun 1955, 1958, 1962, dan 1966, partai bentukan Norodom secara berturut-turut memenangkan pemilihan umum.
Hingga akhirnya meletuslah Perang Vietnam. Kerajaan Kamboja saat itu memilih untuk bersikap netral. Namun rupanya petinggi militer di sana tak senang dengan keputusan sang raja. Jendral Lon Nol bersama dengan Pangeran Sirik Matak yang mendukung Amerika kemudian berupaya menggulingkan Raja Norodom dari tahta.
Saat itu tahun 1970 Norodom Sihanouk tengah berada di Moskow dalam suatu kunjungan kenegaraan. Lon Nol segera saja melakukan kudeta di Phnom Penh. Lon Nol kemudian memproklamirkan Kamboja sebagai negara republik.
Mengetahui situasi ini, Sihanouk tak kembali ke Kamboja. Ia kemudian menetap di China dan memimpin pemerintahan dalam pelariannya dan memutuskan untuk beraliansi dengan Khmer Merah atau Khmer Rouge atau Khmer Krahom. Tujuannya tak lain adalah adalah merebut kembali tahta yang telah direbut oleh Lon Nol.
Rakyat yang telah nyaman dengan raja mereka daripada di bawah rezim Lon Nol terang saja ikut membantu melawan orang-orang Lon Nol. Belum lagi kebijakan Lon Nol yang memberikan akses bebas kepada tentara Amerika dan Vietnam Selatan masuk ke Kamboja menyebabkan timbulnya banyak korban jiwa akibat bom-bom Amerika. Hal ini kemudian dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Khmer Merah di bawah komando Pol Pot.
Khmer Merah akhirnya berhasil menggulingkan Lon Nol lewat perang saudara yang sengit. Khmer Merah berhasil menguasai Kamboja tahun 1975. Rakyat yang mengira akan hidup lebih baik di bawah rezim Pol Pot tak menyadari bahwa teror yang sebenarnya baru saja akan dimulai.
Pol Pot, Sang Diktator dari Timur
Pol Pot bernama asli Saloth Sar. Ia lahir tahun 1925 dan pada tahun 1949 dirinya beruntung bisa mencicipi pendidikan di luar negeri yaitu Perancis berkat sebuah beasiswa. Rupanya saat berada di sana ia banyak berkenalan dan bertukar pikiran dengan orang-orang yang menganut ideologi kiri. Pol Pot kemudian pulang ke Kamboja tahun 1953.
Segera setelah kepulangannya itu, Pol Pot bergabung dengan Partai Republik Rakyat Kampuchea (PRRK) yang merupakan partai komunis yang juga merangkap kelompok bersenjata. Pada tahun 1962 Sar dipercaya menjabat sebagai sekretaris jendral PRRK.
Setahun kemudian pria berwajah polos ini bersama dengan anggota PRRK yang lainnya tengah dikejar aparat kerajaan. Mereka lalu melarikan diri hingga ke belantara hutan Kamboja. Di sanalah tampaknya titik balik dari kehidupan Saloth Sar dimulai.
Di tengah belantara hutan itu, dirinya melihat penduduk setempat dengan cara hidup yang dapat dikatakan masih primitif. Mereka mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan bertani, menanam, membajak sawah, sama sekali tanpa bantuan alat modern. Hal ini benar-benar membuat Sar terkesan. Ditambah dengan paham komunis yang selama ini diagungkannya, ia kemudian terinspirasi untuk menjadikan Kamboja mandiri dan terlepas dari ketergantungan dengan negara-negara asing.
Genosida Kamboja (1975-1979)
Sejarah paling kelam di Kamboja dimulai tahun 1975 ketika Khmer Merah di bawah pimpinan Pol Pot mengambil alih pemerintahan. Mereka mendeklarasikan tahun 1975 sebagai Tahun Nol (Year Zero) di mana hukum dihapuskan dan mata uang dihapuskan. Tanggal 17 April 1975 dijadikan sebagai Hari Pembebasan (Liberation Day) dari rezim Lon Nol.
Mereka lalu mengisolasi Kamboja dari dunia luar, sekolah-sekolah ditutup, begitu juga dengan toko-toko, rumah sakit, dan pabrik-pabrik. Kepemilikan pribadi dihapuskan, semuanya disita. Uang-uang tak berlaku. Orang-orang yang tadinya tinggal di kota dipindahkan ke pedesaan dan dipaksa dipekerjakan di bidang pertanian.
Akibatnya kelaparan meluas dan wabah penyakit menyerang. Mereka menolak semua pengobatan Barat. Apa ini saja sudah cukup? Ternyata sama sekali tidak. Para tentara Khmer Merah menculik orang-orang berpendidikan. Bahkan orang yang memakain kacamata dan dapat berbicara bahasa asing pun menjadi target. Dokter, guru, pengacara, dan profesi-profesi semacam itu dapat dipastikan tak akan selamat. Selain itu target lainnya adalah etnis minoritas Vietnam dan juga etnis muslim Cham.
Beberapa tokoh intelektual Kamboja dan juga beberapa warga negara asing dijadikan sasaran paling awal. Mereka dibawa paksa dan diinterogasi di kamp penyiksaan bernama Tuol Sleng atau penjara S-21 atau Office 21.
Penjara S-21 awalnya adalah sebuah gedung SMA bernama Ponhea Yat yang sempat berganti nama menjadi Tuol Svay Prey High School pada masa Lon Nol. Tuol Sleng terletak di subdistrik Tuol Svay Prey yaitu sebelah selatan Phnom Penh. Luas tempat ini yaitu sekitar 600 x 400 meter.
Di tempat inilah para intelektual itu diinterogasi. Mereka dipaksa meyebutkan 15 nama intelektual lainnya. Jika menolak, maka siksaan akan mereka dapatkan. Mereka disiksa dengan cara disetrum, dikuliti hidup-hidup, diambil organnya tanpa anastesi, kuku-kuku mereka dicabut, hingga kekerasan seksual. Mereka yang berada dalam sel dirantai besi yang menempel di tembok. Setiap pagi mereka ditelanjangi untuk pemeriksaan dan hanya diberikan makan empat sendok nasi setiap hari.
Tempat lainnya yang menjadi saksi bisu kekejaman rezim Khmer Merah adalah Choeung Ek. Biasanya setelah diinterogasi selama beberapa bulan dan mendapatkan siksaan di penjara mereka akan dibawa ke Choeung Ek atau ladang pembantaian. Tempat ini adalah sebuah lapangan tanah luas. Para korban kebengisan rezim ini ada yang dipukul linggis atau dibenturkan ke pohon. Mereka sama sekali tak menggunakan bentuk eksekusi menggunakan pistol karena biayanya terlalu mahal.
Ada sebuah pohon di sana yang digunakan untuk membunuh bayi dan anak-anak bernama Killing Tree. Sementara itu ada pula pohon yang dikenal dengan Magic Tree. Pohon ini dahulunya adalah tempat untuk menggantungkan speaker. Fungsi dari speaker itu tak lain untuk menutupi suara pilu, ketakutan, dan teriakan para korban saat pembantaian berlangsung.
Sampai saat ini Choeung Ek masih ada dan menjadi destinasi wisata. Para wisatawan yang berkunjung biasa menemukan bekas pakaian korban hingga tulang belulang. Barang-barang milik para korban memang tidak dibersihkan seluruhnya dari area untuk mengingatkan pada tragedi kemanusiaan itu. Bahkan pengunjung terkadang menemukan gigi geligi milik para korban.
Ada sekitar 343 ladang pembantaian yang tersebar di seluruh Kamboja. Tak kurang dari 2 juta jiwa penduduk Kamboja menjadi korban genosida ini.
Dari banyaknya korban jiwa, hanya segelintir orang saja yang berhasil lolos. Salah satu dari mereka adalah seorang dokter bernama Haing S Ngor yang berprofesi sebagai dokter. Ia mengisahkan bagaimana kejamnya rezim di bawah Pol Pot. Kisahnya difilmkan dalam "The Killing Fields".
Tentara Vietnam menginvasi Kamboja tanggal 25 Desember 1978 dan berhasil menduduki Phnom Penh tanggal 7 Januari tahun 1979 sekaligus menggulingkan kekuasaan Pol Pot. Pol Pot dan pengikutnya melarikan diri ke hutan. Sementara itu pemerintahan sementara dibentuk di bawah pimpinan seorang anggota Khmer Merah yang membelot bernama Heng Samrin. Namun pemerintahan yang baru ini tak diakui dunia barat.
Pol Pot meninggal di pengasingan pada tanggal 15 April 1998 tanpa pernah disidang atas perbuatannya. Tubuhnya ditemukan telah kaku di atas tempat tidur. Ia terkena serangan jantung. Tapi banyak yang meyakini bahwa sang diktator sebenarnya telah dibunuh oleh orang dari kelompoknya sendiri, Khmer Merah.
Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Kamboja
http://www.asal-usul.com/2009/04/khmer-merah-lembar-sejarah-kelam.html
https://fajar-bl.blogspot.com/2014/06/sejarah-kekejaman-pol-pot-khmer-merah.html
http://www.re-tawon.com/2015/09/khmer-merah-kelompok-penuh-darah-dari.html
Sekitar abad pertama masehi peradaban mulai berkembang di Kamboja. Selama beberapa abad setelahnya hingga abad ke 5 Masehi, Kamboja yang juga dikenal dengan nama Kampuchea ini dibangun oleh dua negara yang masih memiliki hubungan dengan China dan India yakni negara Funan dan Chenla. Dua negara ini terus "mengasuh" Kamboja hingga akhirnya runtuh pada abad ke 9 ketika Kerajaan Khmer berdiri.
Kerajaan Khmer memiliki ibu kota yang dibangun pada masa kejayaan Khmer yakni Angkor. Di sinilah terdapat gugusan candi yang merupakan salah satu monumen keagamaan terbesar di dunia, Angkor Wat. Bangunan ini sekaligus menandai kejayaan Khmer.
Angkor Wat |
Pada tahun 1432, Khmer dikuasai oleh kerajaan tetangganya, Kerajaan Thai. Dewan Kerajaan Khmer kemudian terpaksa memindahkan ibu kotanya dari Angkor ke Lovek. Namun pertahanan Angkor di ibu kotanya yang baru ini tak berlangsung lama karena pada akhirnya dapat dikuasai oleh Thai dan Vietnam. Selama 3 abad setelahnya, Khmer dikuasai oleh raja-raja dari Thai dan Vietnama secara bergantian.
Raja Norodom akhirnya dilantik oleh Thai tahun 1863. Kamboja menjadi negara Protektorat oleh Perancis dan menjadi daerah koloni Indochina. Tahun 1867, Raja Norodom menandatangani perjanjian penting dengan pihak Perancis yang isinya menyatakan bahwa Thai mengambil alih Provinsi Battambang dan Siem Reap.
Raja Norodom |
Pada tanggal 9 November 1953, Kamboja akhirnya mendapatkan kemerdekaan atas Perancis, setelah sebelumnya sempat pula dijajah Jepang pada tahun 1940an, sama seperti Indonesia. Kamboja kemudian menjadi kerajaan konstitusional. Norodom Sihanouk kemudian kembali dari pengasingannya di Thailand. Ia kemudian membentuk partai politik dan menyelenggarakan pemilu. Sihanouk berhasil menang mutlak dan memperoleh seluruh kursi di pemerintahan. Setelah itu dirinya leluasa mengusir orang-orang komunis.
Kamboja kemudian menjalani kehidupan yang relatif aman, apalagi raja mereka dikenal dekat dengan rakyat. Tahun 1955, 1958, 1962, dan 1966, partai bentukan Norodom secara berturut-turut memenangkan pemilihan umum.
Norodom Sihanouk |
Hingga akhirnya meletuslah Perang Vietnam. Kerajaan Kamboja saat itu memilih untuk bersikap netral. Namun rupanya petinggi militer di sana tak senang dengan keputusan sang raja. Jendral Lon Nol bersama dengan Pangeran Sirik Matak yang mendukung Amerika kemudian berupaya menggulingkan Raja Norodom dari tahta.
Saat itu tahun 1970 Norodom Sihanouk tengah berada di Moskow dalam suatu kunjungan kenegaraan. Lon Nol segera saja melakukan kudeta di Phnom Penh. Lon Nol kemudian memproklamirkan Kamboja sebagai negara republik.
Lon Nol |
Mengetahui situasi ini, Sihanouk tak kembali ke Kamboja. Ia kemudian menetap di China dan memimpin pemerintahan dalam pelariannya dan memutuskan untuk beraliansi dengan Khmer Merah atau Khmer Rouge atau Khmer Krahom. Tujuannya tak lain adalah adalah merebut kembali tahta yang telah direbut oleh Lon Nol.
Rakyat yang telah nyaman dengan raja mereka daripada di bawah rezim Lon Nol terang saja ikut membantu melawan orang-orang Lon Nol. Belum lagi kebijakan Lon Nol yang memberikan akses bebas kepada tentara Amerika dan Vietnam Selatan masuk ke Kamboja menyebabkan timbulnya banyak korban jiwa akibat bom-bom Amerika. Hal ini kemudian dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Khmer Merah di bawah komando Pol Pot.
Khmer Merah akhirnya berhasil menggulingkan Lon Nol lewat perang saudara yang sengit. Khmer Merah berhasil menguasai Kamboja tahun 1975. Rakyat yang mengira akan hidup lebih baik di bawah rezim Pol Pot tak menyadari bahwa teror yang sebenarnya baru saja akan dimulai.
Pol Pot, Sang Diktator dari Timur
Pol Pot |
Pol Pot bernama asli Saloth Sar. Ia lahir tahun 1925 dan pada tahun 1949 dirinya beruntung bisa mencicipi pendidikan di luar negeri yaitu Perancis berkat sebuah beasiswa. Rupanya saat berada di sana ia banyak berkenalan dan bertukar pikiran dengan orang-orang yang menganut ideologi kiri. Pol Pot kemudian pulang ke Kamboja tahun 1953.
Segera setelah kepulangannya itu, Pol Pot bergabung dengan Partai Republik Rakyat Kampuchea (PRRK) yang merupakan partai komunis yang juga merangkap kelompok bersenjata. Pada tahun 1962 Sar dipercaya menjabat sebagai sekretaris jendral PRRK.
Setahun kemudian pria berwajah polos ini bersama dengan anggota PRRK yang lainnya tengah dikejar aparat kerajaan. Mereka lalu melarikan diri hingga ke belantara hutan Kamboja. Di sanalah tampaknya titik balik dari kehidupan Saloth Sar dimulai.
Di tengah belantara hutan itu, dirinya melihat penduduk setempat dengan cara hidup yang dapat dikatakan masih primitif. Mereka mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan bertani, menanam, membajak sawah, sama sekali tanpa bantuan alat modern. Hal ini benar-benar membuat Sar terkesan. Ditambah dengan paham komunis yang selama ini diagungkannya, ia kemudian terinspirasi untuk menjadikan Kamboja mandiri dan terlepas dari ketergantungan dengan negara-negara asing.
Genosida Kamboja (1975-1979)
Sejarah paling kelam di Kamboja dimulai tahun 1975 ketika Khmer Merah di bawah pimpinan Pol Pot mengambil alih pemerintahan. Mereka mendeklarasikan tahun 1975 sebagai Tahun Nol (Year Zero) di mana hukum dihapuskan dan mata uang dihapuskan. Tanggal 17 April 1975 dijadikan sebagai Hari Pembebasan (Liberation Day) dari rezim Lon Nol.
Mereka lalu mengisolasi Kamboja dari dunia luar, sekolah-sekolah ditutup, begitu juga dengan toko-toko, rumah sakit, dan pabrik-pabrik. Kepemilikan pribadi dihapuskan, semuanya disita. Uang-uang tak berlaku. Orang-orang yang tadinya tinggal di kota dipindahkan ke pedesaan dan dipaksa dipekerjakan di bidang pertanian.
Rakyat Kamboja di bawah rezim Pol Pot |
Akibatnya kelaparan meluas dan wabah penyakit menyerang. Mereka menolak semua pengobatan Barat. Apa ini saja sudah cukup? Ternyata sama sekali tidak. Para tentara Khmer Merah menculik orang-orang berpendidikan. Bahkan orang yang memakain kacamata dan dapat berbicara bahasa asing pun menjadi target. Dokter, guru, pengacara, dan profesi-profesi semacam itu dapat dipastikan tak akan selamat. Selain itu target lainnya adalah etnis minoritas Vietnam dan juga etnis muslim Cham.
Beberapa tokoh intelektual Kamboja dan juga beberapa warga negara asing dijadikan sasaran paling awal. Mereka dibawa paksa dan diinterogasi di kamp penyiksaan bernama Tuol Sleng atau penjara S-21 atau Office 21.
Tuol Sleng / Penjara S-21 |
Penjara S-21 awalnya adalah sebuah gedung SMA bernama Ponhea Yat yang sempat berganti nama menjadi Tuol Svay Prey High School pada masa Lon Nol. Tuol Sleng terletak di subdistrik Tuol Svay Prey yaitu sebelah selatan Phnom Penh. Luas tempat ini yaitu sekitar 600 x 400 meter.
Di tempat inilah para intelektual itu diinterogasi. Mereka dipaksa meyebutkan 15 nama intelektual lainnya. Jika menolak, maka siksaan akan mereka dapatkan. Mereka disiksa dengan cara disetrum, dikuliti hidup-hidup, diambil organnya tanpa anastesi, kuku-kuku mereka dicabut, hingga kekerasan seksual. Mereka yang berada dalam sel dirantai besi yang menempel di tembok. Setiap pagi mereka ditelanjangi untuk pemeriksaan dan hanya diberikan makan empat sendok nasi setiap hari.
Deretan foto para korban Khmer Merah di Tuol Sleng |
Tempat lainnya yang menjadi saksi bisu kekejaman rezim Khmer Merah adalah Choeung Ek. Biasanya setelah diinterogasi selama beberapa bulan dan mendapatkan siksaan di penjara mereka akan dibawa ke Choeung Ek atau ladang pembantaian. Tempat ini adalah sebuah lapangan tanah luas. Para korban kebengisan rezim ini ada yang dipukul linggis atau dibenturkan ke pohon. Mereka sama sekali tak menggunakan bentuk eksekusi menggunakan pistol karena biayanya terlalu mahal.
Choeung Ek / Ladang Pembantaian |
Ada sebuah pohon di sana yang digunakan untuk membunuh bayi dan anak-anak bernama Killing Tree. Sementara itu ada pula pohon yang dikenal dengan Magic Tree. Pohon ini dahulunya adalah tempat untuk menggantungkan speaker. Fungsi dari speaker itu tak lain untuk menutupi suara pilu, ketakutan, dan teriakan para korban saat pembantaian berlangsung.
Sampai saat ini Choeung Ek masih ada dan menjadi destinasi wisata. Para wisatawan yang berkunjung biasa menemukan bekas pakaian korban hingga tulang belulang. Barang-barang milik para korban memang tidak dibersihkan seluruhnya dari area untuk mengingatkan pada tragedi kemanusiaan itu. Bahkan pengunjung terkadang menemukan gigi geligi milik para korban.
Ada sekitar 343 ladang pembantaian yang tersebar di seluruh Kamboja. Tak kurang dari 2 juta jiwa penduduk Kamboja menjadi korban genosida ini.
Dari banyaknya korban jiwa, hanya segelintir orang saja yang berhasil lolos. Salah satu dari mereka adalah seorang dokter bernama Haing S Ngor yang berprofesi sebagai dokter. Ia mengisahkan bagaimana kejamnya rezim di bawah Pol Pot. Kisahnya difilmkan dalam "The Killing Fields".
Tentara Vietnam menginvasi Kamboja tanggal 25 Desember 1978 dan berhasil menduduki Phnom Penh tanggal 7 Januari tahun 1979 sekaligus menggulingkan kekuasaan Pol Pot. Pol Pot dan pengikutnya melarikan diri ke hutan. Sementara itu pemerintahan sementara dibentuk di bawah pimpinan seorang anggota Khmer Merah yang membelot bernama Heng Samrin. Namun pemerintahan yang baru ini tak diakui dunia barat.
Pol Pot ditemukan tewas di atas tempat tidurnya |
Pol Pot meninggal di pengasingan pada tanggal 15 April 1998 tanpa pernah disidang atas perbuatannya. Tubuhnya ditemukan telah kaku di atas tempat tidur. Ia terkena serangan jantung. Tapi banyak yang meyakini bahwa sang diktator sebenarnya telah dibunuh oleh orang dari kelompoknya sendiri, Khmer Merah.
Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Kamboja
http://www.asal-usul.com/2009/04/khmer-merah-lembar-sejarah-kelam.html
https://fajar-bl.blogspot.com/2014/06/sejarah-kekejaman-pol-pot-khmer-merah.html
http://www.re-tawon.com/2015/09/khmer-merah-kelompok-penuh-darah-dari.html
Posting Komentar untuk "Sejarah Kelam Kamboja di Bawah Rezim Khmer Merah"